Senin, 29 Desember 2014

Tujuh Langkah Optimistis Unila Hadapi 2015‏

Adm.News - REKTOR Universitas Lampung (Unila) Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., mengaku optimistis menghadapi tantangan pengelolaan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang makin kompleks. Rektor pun menyiapkan tujuh langkah strategis guna membawa Unila ke arah yang lebih baik.

Hal tersebut menurutnya mutlak dilakukan mengingat upaya peningkatan layanan pendidikan tinggi menjadi persoalan utama PTN. Terlebih,setelah perubahan Organisasi dan Tata Kerja (OTK) yang baru termasuk penerapan PP No 14/2014 yang mengamanatkan pelaksanaan sistem pelayanan terpadu.

“Perubahan tersebut meliputi peran senat universitas. Wewenang senat saat ini hanya terpaut pada bidang akademik. Sehingga ada keguncangan pada jabatan struktural di kampus.”

Tak hanya itu, sambungnya, hingga akhir 2014 nomenlaktur perguruan tinggi masih gamang setelah berada di bawah Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Kondisi ini belum mengakomodasi kepentingan perguruan tinggi.

“Kami juga masih belum diakomodasi, tidak seperti sekolah yang nomenklatur dan tugas pokok kementeriannya (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) yang jelas mengakomodasi sekolah,” ucapnya, Sabtu (27/12).

Terlepas dari berbagai kendala tersebut, Unila berupaya melakukan optimalisasi layanan pendidikan tinggi dengan berbagai cara. Pertama, Unila merancang reakreditasi universitas, fakultas, hingga tingkat jurusan atau program studi yang ada.

Kedua, pria yang habis masa kerjanya jelang akhir 2015 ini menambahkan, tiap PTN termasuk Unila harus mengupayakan terbitnya statuta kampus masing-masing yang disepakati pusat. Rektor menganggap statuta itu seperti undang-undang dasarnya kampus.

Ketiga Guru Besar Fakultas Pertanian Unila itu mengatakan, peran tiap bagian di Unila harus makin optimal. Mulai dari tingkat unit pelaksana teknis, bidang penjaminan mutu, penelitian, pengabdian masyarakat, teknologi informasi dan komunikasi harus memaksimalkan perannya. “Ini penting untuk menguatkan eksistensi Unila di tengah masyarakat,” paparnya.

Terkait hal ini, sambungnya, semua sektor harus menganut sistem pelayanan prima kepada konsumen. Kepentingan konsumen harus diprioritaskan dalam berbagai bentuk pelayanan, hingga berwawasan internasional.

Selebihnya, pemenuhan sarana prasarana dari penambahan gedung hingga berbagai peralatan penunjang kegiatan perkuliahan juga penting diperhatikan.

Keempat, Unila perlu menyokong prioritas pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla yang ingin meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di daerah agar tidak tersentralisasi lagi di pulau Jawa. Buat Unila sendiri, hal ini akan disikapi dengan rencana realisasi pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Unila.

“Rencananya hal ini dilanjutkan dengan pengajuan proposal ke Presiden Jokowi dalam waktu dekat. Ini juga jadi prestasi bagi dunia pendidikan dan kesehatan Lampung.”

Kelima, langkah peningkatan prestasi intra dan ekstrakulikuler antarpersaingan perguruan tinggi juga diperlukan. Hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan pendapatan kampus dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Unila dari APBN pusat.

Ia mengatakan, kunci mendapatkan DIPA itu di antaranya mampu mempertahankan prestasi riset dan pengabdian masyarakat. Seperti Unila yang di tahun 2010 lalu mendapatkan prestasi 11 posisi terbaik kedua hal itu di Indonesia versi Kemendikbud.

“Tak hanya itu pola pengelolaan keuangan, manajerial, akreditasi, hingga penjaminan mutu juga jadi prasyarat instansi pemerintah mengeluarkan DIPA-nya dalam membantu universitas,” tandasnya.

Langkah keenam dan ketujuh Unila dalam meningkatkan layanan lanjutnya adalah mengajukan lagi prodi S-2 atau S-3 yang masih tersendat serta terus meningkatkan guru besar per jenjang fakultas.

“Kedua hal itu juga menggenjot tingginya dana (DIPA) itu, di samping perbaikan hingga peningkatan di berbagai sektor. Juga mempermudah mendapatkan pemberian Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN),” imbuhnya.
 

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Karya Tulis dan Info Lomba