Adm.News - Universitas Lampung (Unila) menggelar sosialisasi gratifikasi dan
kepatuhan LHKPN (Laporan Hak Kekayaan Penyelenggaraan Negara) di ruang
sidang gedung rektorat, Selasa (16/12). Kegiatan diselenggarakan guna
melakukan pengendalian atas gratifikasi sebagai upaya melindungi pegawai
agar tidak terjerumus dalam tindak pidana korupsi serta menumbuhkan
transparansi dalam kegiatan pemerintahan.
Kegiatan yang dibuka oleh Wakil Rektor II Unila Dr. Ir. Dwi Haryono,
M.S., yang mewakili Rektor Unila ini menghadirkan beberapa pemateri
yakni Kabag PLP Sutoyo, S.ip., M.M., dan Minto Waluyo perwakilan
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti). Peserta dalam sosialisasi
ini meliputi kepala biro, kepala bagian, kepala UPT, ketua lembaga, PPK
tingkat universitas dan fakultas, pejabat pengadaan di masing-masing
unit, dan perwakilan dari Polinela.
Dalam penyampaian materinya Minto menerangkan, menurut UU Nomor 31
Tahun 1999 jo, UU Nomor 20 Tahun 2001 penjelasan Pasal 12 b ayat (1),
gratifikasi adalah pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi,
pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan
wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Baik yang
dilakukan di dalam maupun di luar negeri.
“Sebetulnya wajar dan netral, namanya pemberian sekadar tanda terima
kasih dan sah-sah saja. Namun pada saat pemberian itu ada muatan-muatan
tertentu sehingga menimbulkan benturan kepentingan maka pemberian itu
bisa diindikasikan gratifikasi,” ujarnya.
Gratifikasi termasuk dalam salah satu dari tujuh tindak pidana
korupsi maka pelanggaran atas gratifikasi dapat mengakibatkan penjatuhan
hukuman kurungan atau denda. Ancaman bagi penerima bisa pidana penjara
seumur hidup atau pidana 4 tahun juga pidana denda mulai Rp200 hingga
Rp1 miliar.
Namun demikian undang-undang ini juga memberikan way out atas
penerimaan yang masuk kategori gratifikasi yaitu pelaporan atas
gratifikasi selambat-lambatnya 30 hari kerja sejak gratifikasi tersebut
diterima.
Untuk itu Minto juga mengungkapkan kepada para peserta bagaimana cara
untuk menghindari gratifikasi. Menurut dia, klasifikasi gratifikasi
terdiri dari tiga kelas. Yakni gratifikasi yang mengarah ke suap,
gratifikasi dalam kedinasan, dan gratifikasi dalam konsep UU Nomor 20
Tahun 2001. “Bagaimana mencegah sanksi gratifikasi antara lain dengan
AMATI. Yaitu mengenali kembali tentang Aturan, Maksud, Agenda, Terbuka,
dan Identitas,” paparnya.
Minto mencontohkan beberapa jenis gratifikasi di lingkungan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Di antaranya pemberian hadiah
atau uang sebagai ucapan terima kasih atas jasa yang diberikan,
pemberian hadiah berupa barang sebagai cindera mata, pemberian pinjaman
barang dari rekanan kepada pejabat/pegawai negeri secara cuma-cuma,
penerimaan honor sebagai narasumber oleh seorang penyelenggara negara
atau pegawai negeri dalam suatu acara, pemberian barang oleh kawan lama
atau tetangga, pemberian fasilitas penginapan oleh dinas pendidikan
setempat kepada penyelenggara negara atau pegawai negeri pada saat
kunjungan di daerah, serta hadiah karena prestasi.
Sumber: unila.ac.id
0 komentar:
Posting Komentar