Presiden terpilih Joko
Widodo mengumumkan susunan kabinetnya yang diberi nama Kabinet Kerja pada
tanggal 26 Oktober 2014. Jika pada kabinet Indonesia Bersatu terdiri dari 38
Kementerian maka pada Kabinet Kerja terdiri dari 34 Kementerian. Ada beberapa
kementerian yang dihilangkan atau digabungkan dengan kementerian lainnya. Dalam
pemilihannya, Jokowi melakukan terobosan
baru yakni untuk menjamin bahwa menteri-menteri yang ditunjuknya nanti bersih
dari kasus-kasus korupsi maka ia bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Salah satu statemen
Jokowi dalam pembentukan kabinetnya yang menjadi sorotan yaitu “Jangan Ada
Menteri yang Rangkap Jabatan”. Setelah pengumuman kabinet dilakukan, memang
tidak ada menteri yang ditunjuk memiliki rangkap jabatan, namun pada
kenyataannya yang terjadi adalah adanya rangkap urusan. Kementerian baru yaitu
Menteri Kemaritiman menjadi pertanyaan mengenai perbedaannya dengan Kementerian
Kelautan dan Perikanan. Masih belum jelas mengenai tugas pokok dan fungsi
antara dua kementerian tersebut. Kementrian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
juga tidak jelas dalam bidang apa pembangunan yang akan dilakukan, jika ingin
memberdayakan para pengangguran bukannya tumpang tindih dengan Kementerian
Sosial, atau ingin memberdayakan anak-anak jalanan agar dapat mendapatkan akses
pendidikan, bukannya hal tersebut adalah tugas Kementerian Pendidikan. Hal itu
terjadi akibat tidak adanya sosialisasi atau pemaparan mengenai tupoksi
masing-masing kementrian sehingga anggapan yang terjadi di masyarakat adalah
adanya tumpang tindih urusan pekerjaan di beberapa kementrian.
Selain itu mengenai
latar belakang pribadi menteri-menteri yang terpilih juga menuai kontroversi. Menteri
Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti memiliki mantan suami yang merupakan
seorang Warga Negara Asing, sedangkan sebelumnya ada nama-nama yang dianggap
layak menjadi menteri karena dianggap bersih namun tidak lolos karena memiliki
suami warga negara Timor Leste. Nasionalisme menjadi alasan utama sehingga
meskipun memiliki kinerja yang baik, seorang calon menteri tidak bisa serta
merta menjadi menteri. Menteri Kehutanan, Siti Nurbaya yang notabene berasal
dari Provinsi Lampung memiliki catatan hitam yakni terlibat dalam kasus korupsi
di Lampung Barat namun masih bisa lolos dari seleksi ketat KPK. Sedangkan
Menteri Marwan Ja’far pernah terlibat dalam kasus plagiator terhadap mahasiswa
Universitas Islam Indonesia (UII) ketika ia masih menjabat sebagai anggota DPR.
Menteri yang dirasa kurang tepat menduduki posisi di kementrian yaitu Menteri
Pemuda dan Olahraga karena bukan berasal dari bidangnya tetapi dari politisi. Tidak
bisa dipungkiri bahwa dalam pembentukan kabinet kerja Jokowi masih terlihat
menguntungkan pihak koalisi partai, seperti Puan Maharani (PDI Perjuangan)
menjabat sebagai Menteri Koordinator Pembangunan Manusia, Siti Nurbaya (Partai
Nasdem) menjabat sebagai Menteri Kehutanan, dan lain sebagainya.
Dari semua menteri yang
ada di kabinet kerja Jokowi, beberapa nama yang dirasa tepat untuk mengisi
kementrian yaitu Anis Baswedan sebagai Menteri Pendidikan yang terkenal melalui
program Indonesia Mengajar, Ignatius Jonan (mantan direktur utama PT Kereta Api
Indonesia) selaku menteri perhubungan, Pratikno sebagai Menteri Sekretaris
Negara, dan Nila F Moeloek sebagai Menteri Kesehatan.
Namun, terlepas dari
itu semua, keberhasilan kabinet Kerja Jokowi tidak bisa hanya dilihat dari
latar belakang pribadi menteri-menterinya saja melainkan dari kinerja yang
diberikan demi terciptanya Indonesia yang lebih baik lagi dari segi politik,
ekonomi, hukum, dan sosial budaya. Untuk itu, perlu adanya dukungan maupun kritikan
dari berbagai pihak agar program kerja yang dibuat dalam masa kepemimpinan
Presiden Joko Widodo bisa terealisasi dengan baik.
Yeen Gustiance
Kajian Pengembangan
Keilmuan (KPK) - Himagara Fisip Unila
0 komentar:
Posting Komentar